Para nelayan di wilayah Mengare, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan bahan bakar solar bersubsidi yang menjadi kebutuhan utama mereka saat mencari ikan.
Selama ini untuk mendapatkan solar bersubsidi, para nelayan di wilayah Mengare terlebih dahulu harus membeli ke SPBU yang terdapat di Desa Sembayat, Kecamatan Manyar, yang jarak tempuhnya sekitar 13 kilometer.
Salah satu anggota kelompok nelayan Mengare menjelaskan bahwa di wilayah Mengare terdapat sekitar 969 perahu nelayan yang setiap hari aktif melaut. Jumlah tersebut merupakan jumlah total perahu nelayan dari 3 desa yang terdapat di wilayah Mengare yakni
Desa Kramat, Watu Agung dan Tajung Widoro.
“Dalam sehari rata-rata tiap perahu membutuhkan minimal 5 liter solar untuk bisa mencari ikan,” kata Fadil, Senin (22/3/2021).
Akan tetapi dalam realitanya selama ini banyak petani yang kesulitan mendapatkan solar, bahkan tak jarang yang akhirnya gagal mendapatkan solar sehingga tidak bisa mencari ikan.
Kendalanya selain faktor jarak serta kondisi jalan yang rusak para nelayan juga harus antre berjam-jam untuk mendapatkan solar bersubsidi.
“Dengan berbagai kendala itu, kami sebagai nelayan tradisional sangat membutuhkan SPBU yang khusus melayani kebutuhan kami,” ucap Fadil.
Sementara Wakil Ketua Komisi II M Syahrul Munir mengatakan jika dalam acara publik hearing dengan masyarakat nelayan Mengare dirinya memang sempat dicurhati baik nelayan maupun petani tambak soal sulitnya mendapatkan pasokan solar bersubsidi.
“Intinya mereka menginginkan adanya SPBU khusus nelayan. Sebab selama ini, mereka kesulitan mendapatkan bahan bakar solar,” ujar Syahrul.
Menanggapi permasalah tersebut saat ini komisinya sedang fokus menggodok rancangan Peraturan Daerah (Perda) perlindungan nelayan. Dan dalam waktu dekat, politisi muda PKB tersebut bakal berkoordinasi dengan pihak terkait, salah satunya adalah Gresik Migas.
Selain solar, permasalahan yang kini tengah dihadapi para nelayan Mengare adalah banyaknya nelayan besar dari luar Mengare yang menggunakan jaring trawl untuk menangkap ikan. Padahal jaring trawl dilarang oleh pemerintah.
“Jaring trawl merusak ekosistem laut mulai terumbu karang, ikan, dan sebagainya. Karena itu penggunaan trawl atau pukat harimau itu harus ditindak dengan tegas,” pungkas Syahrul.